Jaga Ketahanan Pangan, KKN UIN Walisongo Melakukan Revitalisasi Hidroponik Balai Desa Tambahsari
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler Posko 29 UIN Walisongo di Desa Tambahsari, mengadakan revitalisasi hidroponik desa pada Minggu pagi Jam 09.00 WIB. Revitalisasi hidroponik ini dilakukan di Balai Desa Tambahsari. Kegiatan ini hanya diikuti oleh seluruh Mahasiswa KKN Posko 29.
Hidroponik, sebagai metode bercocok tanam tanpa tanah, dipilih karena keunggulannya dalam efisiensi lahan dan penggunaan air yang lebih hemat dibandingkan dengan metode konvensional. Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan produksi pangan lokal, tetapi juga memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan.
“Kami ingin mengenalkan kepada masyarakat bahwa bercocok tanam itu bisa dilakukan di lahan sempit sekalipun. Hidroponik adalah salah satu solusi untuk menghadapi tantangan pertanian modern. Setelah proyek ini berhasil, kami akan menyerahkan hasil dan panduan implementasinya kepada warga” ujar Muhammad Khoirul Latif, Ketua Posko KKN 29.
Proses penyemaian bibit dilakukan selama 19 hari dari tanggal 4-24 November pada nampan dan ketika tanaman sudah mulai tumbuh tinggi dilakukan pemindahan pada instalansi hidroponik dengan metode DFT (Deep Flow Technique). Pada sistem DFT (Deep Flow Technique), tanaman mendapatkan aliran nutrisi secara terus-menerus di sekitar akarnya selama 24 jam dalam sistem tertutup, dengan air menggenang dangkal sebagai media tumbuh. Peralatan yang digunakan untuk membangun sistem hidroponik ini meliputi pipa paralon PVC netpot, sambungan pipa, pompa air, rockwool, bibit tanaman, dan nutrisi ABmix.
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler Posko 29 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo mengadakan program revitalisasi hidroponik di Desa Tambahsari pada Minggu pagi (26/11) pukul 09.00 WIB. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Desa Tambahsari dan diikuti oleh seluruh anggota Posko 29. Program ini merupakan salah satu wujud pengabdian kepada masyarakat untuk mengenalkan metode pertanian modern yang efisien dan ramah lingkungan.
Hidroponik, teknik bercocok tanam tanpa menggunakan tanah, dipilih karena keunggulannya dalam efisiensi penggunaan lahan dan air. Metode ini dianggap sangat relevan untuk diterapkan di Desa Tambahsari yang memiliki keterbatasan lahan produktif. Dengan sistem ini, masyarakat dapat memanfaatkan area sempit seperti halaman rumah untuk bercocok tanam, tanpa perlu mengorbankan hasil panen.
Kami ingin mengenalkan kepada masyarakat bahwa bercocok tanam itu tidak harus bergantung pada lahan luas. Hidroponik adalah salah satu solusi pertanian modern yang mudah diterapkan, hemat air, dan ramah lingkungan. Setelah program ini selesai, kami akan menyerahkan hasil dan panduan implementasinya kepada warga agar mereka dapat melanjutkan secara mandiri,” ujar Muhammad Khoirul Latif, Ketua Posko KKN 29.
Proses revitalisasi dimulai dengan penyemaian bibit tanaman yang dilakukan sejak tanggal 4 hingga 24 November 2024. Bibit disemai menggunakan nampan berisi media tanam rockwool yang diperkaya dengan nutrisi awal. Setelah 19 hari, bibit dipindahkan ke instalasi hidroponik yang dirancang dengan metode Deep Flow Technique (DFT).
Metode DFT memungkinkan tanaman mendapatkan aliran nutrisi cair yang terus-menerus di sekitar akarnya selama 24 jam. Sistem ini dirancang dalam bentuk tertutup dengan air yang menggenang dangkal, memastikan tanaman tumbuh optimal dengan penggunaan air yang sangat hemat. Peralatan yang digunakan mencakup pipa paralon PVC, netpot, sambungan pipa, pompa air, rockwool, bibit tanaman, serta larutan nutrisi ABmix.
Melalui program ini, mahasiswa UIN Walisongo berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di sektor pertanian. Keberhasilan revitalisasi hidroponik di Desa Tambahsari diharapkan dapat menjadi percontohan bagi desa-desa lain untuk mengadopsi teknologi pertanian yang lebih modern, efisien, dan berkelanjutan.
Kami yakin jika masyarakat konsisten, hidroponik bisa menjadi salah satu sumber pendapatan tambahan bagi warga desa. Kedepannya, kami berharap pemerintah desa juga turut mendukung pengembangan ini dengan menyediakan fasilitas yang lebih baik,” tambah Khoirul Latif. Program revitalisasi hidroponik ini tidak hanya menjadi sarana pengabdian mahasiswa kepada masyarakat, tetapi juga upaya untuk mendukung ketahanan pangan lokal. Dengan keberlanjutan program ini, Desa Tambahsari memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor pertanian hidroponik di tingkat kecamatan maupun kabupaten.